Rabu, 25 April 2012

PERTUMBUHAN ORGANISASI II

Pertumbuhan Organisasi
Ada empat cara pertumbuhan organisasi , yaitu melalui kegiatan :
1) Ekspansi.
2) Diversifikasi.
3) Pengembangan Teknologi.
4) Perbaikan Teknik Manajerial.
Ekspansi. Strategi ekspansi dipakai oleh Philip Morris pada saat membeli Kraft, sehingga membuat Philip Morris menjadi lebih besar dalam industri makanan.
Diversivikasi. Pertumbuhan ini muncul dari berbagai macam bentuk usaha, seperti pengembangan produk dan jasa yang baru, integrasi vertical dan diversifikasi konglomerasi. Contohnya adalah Paramount Communications yang memiliki berbagai bidang usaha, seperti Paramount Pictures, tim bola basket New York Knicks dan penerbit Simon and Schuster.
Pengembangan Teknologi. Pertumbuhan ini muncul dari dampak aplikasi pengembangan teknologi sebuah organisasi, seperti Federal Express yang tumbuh dengan cepat sebagai akibat penggunaan teknologi komputer dari mulai penerimaan paket sampai penyampaian paket ke konsumen.
Perbaikan Teknik Manajerial. Pertumbuhan ini muncul sebagai dampak dari proses manajemen yang dimodifikasi dan diperbaiki sehingga menimbulkan efisiensi. Contohnya adalah IBM yang mempunyai kader manajer yang handal dan memberikan kontribusi terhadap proses manajemen, sehingga memberikan daya dorong yang luar biasa bagi pertumbuhan organisasi.

2.3 Model Pertumbuhan Organisasi
Pada permulaan tahun 1970-an Larry Greiner menyatakan bahwa evolusi organisasi dikarakteristikkan oleh tahap pertumbuhan yang panjang dan tenang yang selanjutnya disebut evolusi, kemudian diikuti oleh periode kekacauan yang disebut revolusi. Model pertumbuhan organisasi meliputi lima tahap, yaitu sebagai berikut :
1) Kreativitas.
2) Pengarahan.
3) Pendelegasian.
4) Koordinasi.
5) Kerjasama.

Tahap 1 : Kreativitas. Kreativitas para pendiri organisasi merupakan tahap awal dari evolusi suatu organisasi. Bentuk kreativitas ini biasanya dalam mengembangkan produknya dan pasar. Disain organisasi pada tahap ini masih merupakan struktur sederhana dan pengambilan keputusan dikontrol oleh manajer-pemilik atau top manajemen. Komunikasi antar tingkatan di dalam organisasi berlangsung intensif dan informal.
Krisis yang muncul pada tahap awal pertumbuhan organisasi adalah krisis kepemimpinan, karena manajer sukar mengelola organisasi dengan hanya mengandalkan pada komunikasi informal. Oleh karena itu diperlukan manajemen profesional yang dapat memperkenalkan dan mengimplementasikan manajemen dan tehnik organisasi yang makin kompleks.
Tahap 2 : Pengarahan. Pada tahap pengarahan desain organisasi makin birokratis, komunikasi antar tingkatan menjadi formal dan spesialisasi pekerjaan mulai diterapkan, seperti aktivitas produksi dan pemasaran. Pengambilan keputusan pada tahap ini bermuara pada manajemen baru dan manajer tingkat bawah tidak diikut sertakan. Keadaan ini akan menimbulkan krisis otonomi, dimana manajer tingkat bawah akan mencari pengaruh yang lebih besar di dalam pengambilan keputusan. Pada prinsipnya solusi dari krisis otonomi tersebut adalah pendesentralisasian pengambilan keputusan.
Tahap 3 : Pendelegasian. Pada tahap pendelegasian manajer tingkat bawah mempunyai otonomi yang lebih besar dalam menjalankan aktivitas unit kerjanya, sedangkan top manajemen lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategis jangka panjang. Krisis yang muncul dari tahap pendelegasian adalah krisis kontrol, karena manajer tingkat bawah merasa nyaman dengan otonomi yang diberikan, sedangkan top manajemen merasa takut organisasi akan dibawa ke berbagai arah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara dalam mengelola jalannya roda organisasi.
Tahap 4 : Koordinasi. Tahap ini muncul sebagai akibat dari krisis kontrol pada tahap pendelegasian. Koordinasi sangat diperlukan oleh manajer lini dari unit-unit staf dan kelompok-kelompok produk dalam menjalankan fungsinya. Namun adanya koordinasi juga menimbulkan konflik garis-staf yang menyita banyak waktu dan energi, sehingga muncul krisis birokrasi.
Tahap 5 : Kerjasama. Jalan keluar dari krisis birokrasi pada tahap koordinasi adalah kerjasama yang kuat antar individu di dalam organisasi. Budaya organisasi menjadi substitusi bagi kontrol formal manajemen organisasi. Struktur organisasi bergerak ke arah bentuk organik.

Gambar 1. Model Pertumbuhan Organisasi, Larry Greiner (1970).

Model pertumbuhan organisasi sebagaimana gambar 1, menunjukkan paradoks bahwa tahapan pertumbuhan organisasi menimbulkan masalah tersendiri. Setiap tahap pertumbuhan memunculkan krisis yang baru dan setiap krisis mengharuskan manajemen melakukan penyesuaian alat koordinasi, sistem kontrol dan disain organisasi.
2.4 The Institutional Theory of Organizational Growth
Ketika sebuah organisasi berhasil melewati fase kelahiran dari siklus hidupnya, maka selanjutnya organisasi tersebut akan berusaha untuk mengontrol dan mengendalikan kelangkaan sumberdaya untuk mengurangi ketidakpastian yang bakal dihadapi. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan diri.
1. Organizational Growth
Merupakan fase siklus hidup organisasi dimana organisasi mengembangkan kemampuan untuk menciptakan nilai-nilai dan kompetensi sehingga mampu untuk mendapatkan sumberdaya lainnya. Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi meningkatkan pembagian kerja/ division of labor dan spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan keunggulan kompetitif/ competitive advantage. Sekali organisasi mampu mendapatkan sumberdaya, maka dipastikan organisasi tersebut dapat memperoleh keuntungan sehingga dapat lebih berkembang lagi.
2. Institutional Theory
Teori Institusional mempelajari bagaimana organisasi mengembangkan kemampuan untuk tumbuh dan bertahan didalam lingkungan yang kompetitif dengan cara memuaskan para stakeholder. Ada kalanya pertumbuhan ini bukan tujuan akhir dari sebuah organisasi melainkan hanya sebagai sasaran antara/ by product untuk menuju tujuan akhir. Oleh sebab itu, pertumbuhan merupakan sebuah kemampuan untuk mengembangkan kemampuan inti /core competence yang dapat memuaskan para stakeholders dan memberinya jalan ke arah penguasaan sumberdaya yang langka/ scarce resources.
3. Institutional Environment
Teori Institusional juga beranggapan bahwa untuk meningkatkan daya tahan, organisasi-organisasi baru menerapkan berbagai peraturan dan tata perilaku yang terdapat dalam lingkungan institusional sekitar. Lingkungan institusional adalah seperangkat nilai dan norma yang terdapat di lingkungan dan mengatur perilaku anggota organisasi. Sebuah organisasi yang baru dapat memperkuat legitimasinya dengan meniru: tujuan, struktur dan budaya dari organisasi yang telah meraih sukses beserta para anggotanya.
4. Organizational Isomorphism
Ketika sebuah organisasi tumbuh, mereka meniru strategi, struktur dan budaya organisasi yang lain. Hal ini diyakini dapat meningkatkan peluang untuk dapat bertahan. Pada akhirnya, organizational isomorphism, kesamaan diantara organisasi dalam sebuah populasi, akan meningkat.
Ada tiga proses yang dapat menerangkan mengapa organisasi-organisasi tersebut menjadi mirip sata sama lain yaitu: coercive, mimetic, dan normative.
5. Coercive Isomorphism
Ketika organisasi menerapkan norma tertentu disebabkan oleh adanya tekanan dari organisasi yang lain atau masyarakat secara umum. Di saat tingkat saling ketergantungan sebuah organisasi meningkat, maka organisasi tersebut akan menyerupai organisasi yang lebih kuat darinya. Coercive isomorphism juga timbul manakala organisasi dipaksa untuk menerapkan praktek-praktek tertentu karena diatur oleh undang-undang.
6. Mimetic Isomorphism
Ketika organisasi dengan sukarela dan sengaja meniru organisasi lain untuk meningkatkan legitimasinya. Organisasi yang baru pasti akan mencontoh struktur dan proses-proses dari organisasi yang sudah sukses ketika lingkungan sekitar sangat tidak stabil dan organisasi baru tersebut mencoba mencari strategi, struktur, budaya dan teknologi yang akan membawa kearah kemajuan organisasi.
Namun demikian, untuk menghindari ketertinggalan dari organisasi yang sudah mantap, organisasi baru haruslah juga menciptakan kreasi-kreasi unik yang dapat menjadi ciri khas organisasi. Dengan demikian, organisasi dapat mengakses sumberdaya lain dengan kemampuan sendiri.
7. Normative Isomorphism
Di saat organisasi-organisasi saling menyerupai satu sama lain yang disebabkan oleh lamanya mereka secara tidak langsung menerapkan norma-norma dan nilai-nilai organisasi lainnya dalam lingkungannya, disebut normative isomorphism.
Kerugian Isomorphism :
1. Kemungkinan norma dan nilai yang dicontoh sudah ketinggalan jaman dan tidak efektif lagi;
2. Tekanan untuk harus selalu meniru dapat mengakibatkan matinya kreatifitas dan mandegnya penemuan baru

Salah satu tema paling dominan dalam literatur organisasi adalah memandang organisasi dari perspektif kurva pertumbuhan. Cameron dan Whetten dalam Walonick (2004) mengumpulkan tiga puluh model daur hidup organisasi. Kemudian disimpulkan dalam sebuah model agregat yang terdiri dari empat tahap:
1. Tahap entrepreneurial: ditandai dengan penemuan awal; formasi yang unik dan kretifitas yang tinggi.
2. Tahap collectivity: tercipta komitmen dan kekompakan yang tinggi antar sesama anggota.
3. Tahap formalization and control: mencanangkan target stabilitas dan proses institusionalisasi.
4. Tahap elaboration: ditandai dengan ekspansi wilayah dan desentralisasi.

Hal paling menonjol dari model daur hidup ini adalah tidak dimasukannya kemunduran organisasi. Mereka hanya membahas kelahiran, pertumbuhan dan kematangan organisasi. Kurva S yang klasik menggambarkan model daur hidup ini. Whetten (1987) dalam Walonick menjelaskan bahwa teori ini merupakan refleksi dari teori pertumbuhan yang sangat dominan pada dekade 1960an dan 1970an.
Land dan Jarman (1992) dalam Walonick mendefinisi ulang kurva S yang menjelaskan kelahiran, pertumbuhan dan kematangan organisasi.
Fase pertama adalah entrepreneurial. Sang entrepreneur merasa yakin bahwa mereka menghasilkan produk dan jasa yang dibutuhkan pasar. Karekteristik utama dari para entrepreneur dan usaha baru ini adalah keinginannya untuk menemukan sebuah kerangka operasional yang akan bertahan di pasar. Hampir semua usaha baru gagal dalam kurun waktu lima tahun pertama. Land dan Jarman (1992) dalam Walonick berpendapat bahwa keadaan ini “normal”karena mutasi sel dalam tubuh pun biasanya tidak berhasil. Fase ini merupakan awal dari Kurva S.
Fase kedua ditandai dengan pemutar balikan strategi. Ketika fase entrepreneurialmemunculkan begitu banyak trial and errors, pada fase ini mulai ada standarisasi peraturan yang menggambarkan bagaimana sistem organisasi dijalankan dan bagaimana organisasi berhubungan dengan lingkungan. Praktek-praktek yang banyak salah pada fase entrepreneurmulai diganti dengan pola operasional yang terstruktur. Proses-proses internal mulai diatur dan keseragaman dalam organisasi mulai diterapkan. Dalam fase ini pertumbuhan mulai terjadi dengan cara membatasi diversifikasi. Prosedur, proses dan kontrol manajemen mulai diperkenalkan untuk mempertahankan keteraturan dan proyeksi perusahaan. Fase ini merupakan pertumbuhan yang cepat dalam kurva S ini.
Pertumbuhan organisasi tidak berjalan selamanya. Sebuah batas asymptopic atas dapat dipaksakan melalui sejumlah faktor. Land dan Jarman (1992) dalam Walonick menjelaskan beberapa alasan utama mengapa organisasi mampu mencapai batas pertumbuhan tertinggi:
a. Peningkatan yang cepat dari diversifikasi produk dan pembagian pasar di wilayah tertentu,
b. Kompetisi internal dalam pemenuhan sumberdaya,
c. Peningkatan biaya produksi dan pemasaran,
d. Diminishing returns,
e. Penurunan pangsa pasar,
f. Pengurangan produktifitas,
g. Meningkatnya tekanan lingkungan dari peraturan pemerintah dan kelompok penekan,
h. Meningkatnya pengaruh dari teknologi baru,
i. Pesaing baru dan tak terduga.
Perpindahan ke fase ketiga melibatkan sebuah perubahan radikal dalam organisasi. Kebanyakan organisasi tidak mampu untuk melakukan perubahan ini dan mereka tidak dapat bertahan. Organisasi harus terbuka untuk menerima hal-hal baru dan menjadikannya bagian dari sistem. Organisasi harus terus dalam bisnis intinya dan pada waktu yang bersamaan mencoba usaha baru. Dwifungsi ini perlu dijalankan karena lingkungan entrepreneurial tidak cocok dengan lingkungan bisnis inti yang bisa dikendalikan. Tujuannya adalah sebuah integrasi dari penemuan baru yang berkesinambungan kedalam pola bisnis utama, dimana sebuah organisasi yang diciptakan kembali, muncul. Bisnis utama dirubah dengan penemuan yang berasimilasi, dan organisasi tersebut berubah jadi sesuatu yang baru. Land dan Jarman (1992) meyakini bahwa tantangan terbesar dari organisasi masa kini adalah transisi dari fase dua ke fase tiga. Organisasi mengalahkan tujuan terbaik mereka dengan meneruskan operasional dengan keyakinan utama yang secara otomatis melengkapi fase kedua.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organisasi. Child and Kieser,(1981) dalam Walonick berpendapat, bahwa pertumbuhan itu adalah sebuah by product dari penerapan strategi yang berhasil. Faktor kedua adalah bahwa pertumbuhan itu dicari karena diperlukan untuk memfasilitasi tujuan manajemen. Contoh, pertumbuhan akan menyediakan potensi bagi sebuah promosi; tantangan yang lebih besar; prestise; dan potensi pendapatan. Faktor ketiga adalah bahwa pertumbuhan itu membuat sebuah organisasi tidak terlalu dipengaruhi oleh lingkungan. Organisasi yang lebih besar cenderung untuk lebih stabil dan berhasil dalam usahanya. (Caves, 1970; Marris and Wood, 1971; Singh, 1971 dalam Walonick). Penguasan sumberdaya yang meningkat akan memudahkan usaha diversifikasi yang pada akhirnya semakin membuat organisasi aman dan stabil.
Child and Kieser (1981) dalam Walonick menyarankan empat model pertumbuhan organisasi:
1) Pertumbuhan dapat dicapai didalam wilayah kekuasaan yang ada. Hal ini juga menunjukkan dominasi organisasi dalam bidang tersebut;
2) Pertumbuhan bisa dicapai melalui diversifikasi di wilayah yang baru. Diversifikasi adalah sebuah strategi yang umum untuk meminimalkan resiko dan wilayah kekuasaan baru sering menyediakan pasar baru yang subur;
3) Kemajuan teknologi dapat mendorong pertumbuhan dengan menyediakan metode produksi yang lebih efektif;
4) Kemajuan teknik manajerial dapat memfasilitasi sebuah suasana yang mendorong pertumbuhan.
Namun, sebagaimana pendapat Whetten (1987) dalam Walonick , sangatlah sulit untuk mencari sebab akibat dari model ini. Apakah kemajuan teknologi mendorong pertumbuhan atau apakah pertumbuhan mendorong kemajuan teknologi? Dengan serba keterbatasan penelitian, sangatlah sulit untuk mengetahui mana yang pertama ada, ayam atau telur?

http://funnymustikasari.wordpress.com/2008/08/26/pertumbuhan-dan-siklus-hidup-organisasi/

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management