Kamis, 15 Maret 2012

Mengukur Efisiensi Organisasi dengan DEA (Data Envelopment Analysis)

Sepertinya, Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan tool manajemen yang paling populer untuk mengukur efisiensi. DEA biasanya digunakan untuk mengukur efisiensi relatif organisasi atau perusahaan. Satuan ukuran ini biasanya dinyatakan dalam Decision Making Unit (DMU). Efisiensi relatif suatu DMU adalah efisiensi suatu DMU yang dibandingkan dengan efisiensi DMU lainnya dalam satu kesatuan populasi sampel. Di sini berlaku syarat bahwa DMU-DMU tersebut memiliki set data yang terdiri dari jenis input dan output yang sama. Mengingat setiap organisasi/perusahaan mempunyai level input yang bervariasi dan juga menghasilkan level output yang bervariasi, maka DEA telah membuka kesempatan untuk menangani berbagai kasus yang tidak dapat didekati dengan metode lain karena sifat hubungan yang kompleks (terkadang tidak diketahui) antara banyak input dan banyak output yang terlibat tanpa perlu penjelasan eksplisit mengenai hubungan fungsional input-output tersebut. Misalnya saja bagaimana sebenarnya pengaruh tingkat pendidikan pegawai terhadap kinerja perusahaan dll. Sebagaimana ukuran efisiensi pada umumnya, ukuran efisiensi dalam DEA dinyatakan sebagai nisbah output dibagi input, sehingga nilai efisiensi maksimalnya adalah 1 atau 100%. Rasio ini bisa dinyatakan secara parsial dan total. Secara parsial, misalnya output per staff atau output per jam kerja dengan output bisa saja merupakan profit, penjualan dan sebagainya. Sedangkan jika secara total, semua output dan input suatu DMU terlibat dalam pengukuran. Dengan demikian, DEA memungkinkan untuk mengetahui faktor input apa yang berpengaruh dalam menghasilkan output, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa DEA mengandung aspek-aspek manajerial sebagai berikut: Stake holder/analis bisa langsung mengenali DMU mana yang membutuhkan perhatian berdasarkan angka efisiensi yang ada sehingga rencana tindakan perbaikan bisa segera disiapkan bagi DMU yang kurang/tidak efisien tersebut Informasi poin 1 juga memungkinkan seorang analis untuk membuat DMU bayangan. DMU bayangan ini diatur supaya menggunakan input yang lebih sedikit tetapi menghasilkan output yang paling tidak sama atau lebih besar dibandingkan DMU yang tidak efisien, sehingga DMU bayangan tersebut akan memiliki efisiensi sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output yang sama dari DMU yang tidak efisien. Pendekatan ini memberi arah strategi bagi manajer untuk meningkatkan efisiensi suatu DMU yang tidak efisien melalui pengenalan terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya terlalu rendah. Dengan demikian seorang manajer tidak hanya mengetahui DMU yang tidak efisien, tetapi ia juga mengetahui berapa tingkat input atau output yang harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh adalah sebuah bank yang memiliki cabang di 10 kota. Untuk mengetahui cabang mana yang efisien kinerjanya, maka 10 cabang itu kemudian dibandingkan. Langkah pertama dan biasanya paling sulit adalah menentukan jenis input dan output yang akan dibandingkan. Misalnya saja inputnya adalah jumlah pegawai. Outputnya adalah transaksi individu dan transaksi bisnis. Setiap cabang bank pasti akan sangat beragam input dan outputnya. Disinilah DEA dapat berperan bagus. DEA dapat menentukan cabang mana yang efisien dibandingkan dengan cabang lainnya dengan segenap input dan output tersebut. Tentu saja efisiensi ini merupakan efisiensi relatif dan bukan efisiensi mutlak. Artinya, cabang yang efisiensi paling baik yaitu bernilai 1 maka cabang ini masih bisa meningkatkan kinerjanya. http://rachmadr.web.ugm.ac.id/in/?p=29

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management