Pada hakekatnya adalah bahwa, tidak akan ada suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan atau kepuasan. Dilihat dari pendekatan ini terdapat beberapa model teori motivasi sebagai berikut :
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Salah satu teori motivasi yang dikenal adalah teori dari Abraham Maslow, inti dari teori Maslow tersebut adalah bahwa didasarkan pada hirarki dari lima kebutuhan manusia, yaitu : (Milkovich & Boudreau, 1990: 167).
Physiological needs (kebutuhan fisiologis)
Safety security needs (kebutuhan rasa keamanan)
Social needs (kebutuhan sosial)
Exteems needs (kebutuhan penghargaan)
Self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri)
Selanjutnya Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow adalah bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi mereda daya motivasinya. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima upah yang cukup untuk pekerjaannya dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya motivasi lagi. Teori Maslow juga didasarkan pada anggapan bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk berkembang dan maju. Implikasi dari tingginya kekurangan pemenuhan kebutuhan untuk kategori perwujudan diri dan penghargaan diri ialah bahwa manajer harus memusatkan perhatiannya pada strategi untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Logika itu mengasumsikan bahwa usaha untuk memperbaiki kekurangan kategori ini mempunyai kemungkinan berhasil lebih besar dari pada mengarahkan perhatian pada kebutuhan yang lebih rendah yang telah dipenuhi sebelumnya dengan memuaskan.
b. Teori ERG Aldefer
Pendapat Maslow di atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki di setujui oleh Aldefer, akan tetapi hirarki kebutuhannya hanya meliputi tiga perangkat kebutuhan yaitu : (Stephen P. Robbins, 1996: 204)
Existency : Merupakan kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja
Relatedness : Kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat.
Growth : Kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif.
Teori ERG Aldefer merupakan teori motivasi kepuasan yang menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan eksistensi, keterkaitan dan pertumbuhan. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan nampak akan terhalangi (misalnya pertumbuhan), mungkin karena kebijaksanaan perusahaan atau kurangnya sumber daya, maka hal tersebut harus menjadi perhatian utama manajer guna mengarahkan kembali upaya bawahan untuk memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG Aldefer ini mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan yang disebutkan di atas.
c. Teori V.H.Vroom
Pada dasarnya motivasi dalam diri manusia ditentukan oleh adanya tiga faktor Pertama, pencapaian tujuan dan penghargaan atas pencapaian tujuan tersebut haruslah bersifat individual. Inilah yang diistilahkan Vroom sebagai valency of the outcome. Kedua, harus terdapat jaminan bahwa setiap peristiwa yang dilalui oleh seorang individu dalam organisasi diwadahi kedalam suatu instrumen untuk mencapai valency of the outcome. Di sini, kata Vroom, dibutuhkan apa yang disebut “instrumentalis”. Ketiga, adanya keyakinan setiap individu bahwa upaya partikular macam apapun memperoleh perhatian yang seksama dari instrumentalitas itu. Kenyataan inilah yang oleh Vroom diistilahkan sebagai expectancy.
Teori Vroom memperlihatkan bahwa individu-individu akan termotivasi jika mereka dapat melihat hubungan secara lansung antara upaya-upaya yang ia lakukan dengan kinerja yang dapat dicapai; dimana kinerja itu nota bene merupakan outcome dari tingginya nilai kerja yang diperoleh secara individual. Motivasi dapat dijalankan manakala manajemen mempersambungkan secara sungguh-sungguh expectancy, insrumentality dan outcome sekaligus. (Jurnal Usahawan Nomor 12 Tahun XXIX Desember 2000:40)
d. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda (Anwar Prabu, 2000: 121). Ia membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfier/motivator dan kelompok dissatisfier atau hygiene factor.
Satisfier merupakan faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja terdiri dari :
Achievement (Prestasi)
Recognation (penghargaan/pengakuan)
Work it self (kemandirian)
Responsibility (tanggung jawab)
Advancement (kemajuan)
Hadirnya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor itu tidaklah selalu mengakibatkan adanya ketidakpuasan.
Dissatisfiers (hygiene factor) adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri atas :
1. Company policy and administrations (kebijaksanaan perusahan dan administrasi)
2. Supervision technical (teknik supervisi)
3. Salary (gaji)
4. Interpersonal relations (hubungan antar personel)
5. Working Condition (kondisi pekerjaan)
6. Job Security and status (keamanan pekerjaan dan status)
Perbaikan terhadap kondisi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Dengan demikian, perbaikan salary dan working conditions tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya akan mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya menurut Herzbeg bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan menimbulkan gairah untuk bekerja hanyalah kelompok satisfier. Berikut ini akan diuraikan pendapat pengenai motivasi menurut Abraham Maslow sebagai berikut :
a. Kebutuhan Fisiologis;
Kebutuhan fisiologis adalah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia (basic needs), dan oleh karena itu kebutuhan ini masih bersifat kebutuhan fisik/kebendaan. Kebutuhan akan pangan (makan), sandang (pakaian), dan papan (perumahan) adalah manifestasi dari kebutuhan pokok fisiologis dari setiap manusia.
Dengan meningkatnya kemampuan tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan efesiensi kerja, yang berarti produktivitas meningkat. Meningkatnya produktivitas kerja maka pemenuhan akan kebutuhan fisik karyawan akan terjamin dengan baik. Seorang pekerja menginginkan agar penghasilannya dapat digunakan untuk mencapai kehidupan yang layak, bahkan lebih dari itu semua kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi melalui kompensasi yang diterima.
Alex S. Nitisemito (1990:198) mengatakan bahwa karyawan dengan meneirma kompensasi dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan secara minimal, misalnya kebutuhan akan makan, pakaian, dan perumahan.
Sedangkan Dessler (1997:350) mengatakan bahwa dalam berbagai bentuknya jelas sekali motivasi merupakan dorongan utama dalam masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa upah merupakan satu-satunya motivator paling penting digunakan dalam masyarakat yang terorganisasi.
Sikula (1989:281) menguraikan bahwa istilah remuneration atau sistem penggajian mengandung pengertian suatu penghargaan (reward), pembayaran (payment), atau penggantian biaya (reimbursement) sebagai imbalan kerja atau balas jasa. Remuneration lazimnya berupa upah (wages) atau gaji (salary). Pengertian upah sering ditujukan bagi pekerjan operasional, sedangkan gaji diperuntukkan bagi karyawan. Mengenai pemberian upah/gaji sebagian pendapat membagi atas; pembayaran upah berdasarkan satuan hasil kerja, dan pembayaran gaji berdasarkan satuan waktu.
Berdasarkan perbedaan tersebut diatas, maka lazimnya upah dibayarkan atas dasar apa yang dihasilkan pekerja selama waktu tertentu. Di sini upah dibayar berdasarkan hasil kerja. Sebaliknya gaji dibayarkan atas dasar satuan waktu (bulan, tahun) selama pegawai tersebut menjabat atau bekerja. Dengan perkataan lain, gaji merupakan pembayaran terhadap pekerjaannya atau jabatannya.
b. Kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja;
Safety and Security dimaksudkan adalah adanya rasa aman dan tentram, bebas dari rasa takut akan penghidupan dan masa depannya. Adanya rasa aman/jaminan akan pekerjaannya (job security), apabila terjadi sesuatu atas diri pekerja.
Selanjutnya Flippo (1989: 27) mengemukakan tentang security sebagai berikut :
Increased employee security can be rationalized on the basis that it
contributes to increased employee productivity. (Peningkatan keamanan
pekerja dapat dibandingkan pada basis dimana hal tersebut memberikan
kontribusi untuk meningkatkan produktivitas pekerja).
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa safety and security merupakan usaha untuk dapat memberi ketentraman akan adanya ketidakpuasan di masa yang akan datang, sebagai misal ketidakpastian akan pekerjaannya, ketidakpastian akan ekonomi dan sebagainya.
Keselamatan dan keamanan kerja merupakan kebutuhan fundamental bagi manusia bahkan kadang-kadang lebih penting dari upah atau kesempatan untuk maju. Keselamatan kerja dalam hal ini merupakan keselamatan pekerja yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Oleh karena itu para pekerja perlu mendapatkan perlindungan keselamatan kerja dalam menjalankan tugasnya guna meningkatkan produksi dan produktivitas.
Selanjutnya Alex S. Nitisemito (1990: 231), mengemukakan tentang keselamatan dan keamanan pekerja bahwa sebaiknya setiap perusahaan berusaha agar usahanya stabil, dengan kestabilan maka masa depan perusahaan akan terjamin. Perusahaan yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan kecemasan/kekhawatiran para karyawannya. Mereka mungkin khawatir memikirkan tentang kapan saatnya mendapat giliran untuk dipecat.
Yang dimaksudkan usaha yang stabil disini adalah usaha dari suatu perusahaan menunjukkan adanya perkembangan yang tidak berfluktuasi. Pada umumnya perusahaan seperti ini akan dapat mempertahankan kehidupannya (survival), sehingga para pekerja di perusahaan tersebut akan terjamin kelangsungan kerjanya.
c. Kebutuhan Sosial;
Agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, maka perlu diciptakan iklim kerja atau suasana kerja yang harmonis, baik antara pekerja itu sendiri maupun antara pekerja dengan atasannya. Megginson dkk dalam T.Hani Handoko (1996: 258), mengatakan bahwa :
Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima kelompok, kekeluargaan, asosiasi. Sedangkan secara terapan adalah, kelompok-kelompok formal, kegiatan – kegiatan yang disponsori perusahaan, acara-acara peringatan.
Selanjutnya Heidjrachman dan Suad Husnan (1990:187) mengatakan bahwa :
manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan, untuk itu maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya. Seorang karyawan yang mengalami kehidupan keluarga tidak bahagia, pekerjaan akan memberikan bagian tersebut di dalam memuaskan kebutuhan sosial mereka.
Kebutuhan sosial merupakan yang diakui oleh lingkungannya, penerimaan teman sejawat, kesempatan dalam masyarakat.” Kebutuhan sosial juga dapat diartikan karena manusia tergantung satu sama lain, maka terdapat berbagai kebutuhan yang hanya bisa dipuaskan, jika masing-masing individu ditolong atau diakui orang lain “. ( Hasibuan, 2005 : 94 )
d. Kebutuhan Penghargaan
Penghargaan adalah wajar jika seorang tenaga kerja atau karyawan yang telah berusaha dan bekerja ingin dihargai oleh atasannya. Ditinjau dari sudut kebutuhan (needs) penghargaan atas prestasi atau jasa seseorang merupakan salah satu kebutuhan manusia yang menurut Abraham Maslow terletak pada urutan keempat yaitu yang disebut dengan self-esteem.
Mengenai hal ini, Soeharsono Sagir (1993; 97), menguraikan bahwa penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan motivator yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau uang atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali, dapat menjadi motivator yang lebih kuat bila dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau uang atau bonus.
Sedangkan Moenir (1990: 293) menyatakan bahwa penghargaan sering disamakan dengan insentif, karena mempunyai persamaan sifat dan makna. Sifat keduanya tidak membedakan dalam hal pemberian, dan tidak dibatasi oleh waktu. Sedangkan maknanya adalah sama-sama pemberian. Namun bila dikaji lebih jauh, sebenarnya mempunyai perbedaan. Terutama yang berkaitan dengan maksud pemberiannya.
Sesuai dengan namanya penghargaan dimaksudkan untuk menghargai prestasi atau jasa seseorang, hal ini dipandang dari sudut kemanusiaan. Insentif diberikan kepada seseorang, bukanlah karena jasa atau prestasi, akan tetapi justru mengharapkan agar orang tersebut dapat berprestasi atau berjasa lebih baik dari yang sebelumnya.
Jadi penghargaan mengandung unsur masa lalu, sedangkan insentif mengandung unsur masa depan. Lebih lanjut diuraikan pula mengenai wujud penghargaan dalam lingkungan kerja. Pada dasarnya ada dua hal, yaitu penghargaan fisik dan non fisik :
1. Penghargaan Fisik
Penghargaan fisik adalah penghargaan yang diberikan dalam bentuk benda, misalnya barang atau uang. Penghargaan secara fisik ini pada umumnya sangat didambakan oleh karyawan / tenaga kerja yang kebetulan keadaan sosial ekonominya rendah.
2. Penghargaan Non Fisik
Penghargaan jenis ini pengertiannya sangat luas, hal ini mencakup semua hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan rohani seseorang ditinjau dari segi kemanusiaan. Nilai dari penghargaan yang paling kecil dan sederhana (seperti, ucapan terima kasih pada seorang bawahan) sampai kepada penghargaan yang paling tinggi dengan segala macam atributnya.
Perasaan bangga atas pribadi atau prestasi yang dicapai merupakan salah satu bentuk kepuasaan manusia. Dalam hal pemberian penghargaan sebaiknya diperhatikan keadaan sosial ekonominya.
Alex S. Nitisemito (1990:229), mengemukakan bshes hendaknya setiap instansi memberikan kesempatan kepada para pegawainya. Berikanlah penghargaan kepada para karyawan/ pegawai yang berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa pengakuan yang kemudian disertai hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pemindahan posisi yang lebih disukai dan sebagainya.
Elton Mayo (Moh. Agus Tulus dkk, 1989:12), mengatakan bahwa orang dapat menunjukkan produktivitas yang tinggi bila menyadari bahwa dia memperoleh pengakuan dan penghargaan. Sedangkan pendapat John Soeprihanto (1990:35), mengenai penghargaan sebagai berikut: kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau merincikan pribadi ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dirinya dianggap lebih rendah dari orang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria maupun wanita) tidak ingin direndahkan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri.
Pendapat Sukanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko (1996: 265), mengemukakan tentang kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri.
Sedangkan Waxley dan Yukl (1992: 120), mengemukakan bahwa guna meningkatkan motivasi secara instrinsik dalam rangka memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti keberhasilan, keahlian, serta aktualisasi diri dapat dilakukan melalui perencanaan kembali pekerjaan yang lebih besar yang mencakup variasi kecakapan yang lebih luas.
Dengan demikian memotivasi merupakan suatu kegiatan yang penting bagi manajer, karena manajer tersebut bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami perilaku para bawahannya agar dapat mempengaruhi mereka untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Namun motivasi bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi seseorang ataupun peningkatan semangat kerja karyawan, melainkan perlu memperhatikan faktor kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang diperlukan untuk mencapai prestasi yang tinggi.
http://muslimpinang.wordpress.com/2009/05/31/pengaruh-komunikasi-dan-motivasi-dari-pimpinan-puskesmas-terhadap-kinerja-staf-administrasi-puskesmas/